Prosedur masuk ke SD di Jepang untuk orang tua

Setelah lama vakum dalam menulis blog, akhirnya saya putuskan untuk menghidupkan kembali blog saya yang hampir kadaluarsa. Alhamdulillah, informasi login masih ada sehingga tidak perlu untuk membuat yang baru. Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin bercerita kembali melalui blog ini tapi dikarenakan kesibukan lain yang lebih mendesak, perumpaannya seperti sang mantan, tiba-tiba ingat tapi selalu menjadi hal yang mudah untuk dilupakan, he..he..

Alhamdulillah di bulan yang baik ini, Ramadhan 1443H, saya urungkan niat saya untuk kembali mengabadikan pengalaman saya tinggal di Jepang. Semoga bisa bermanfaat, Aamiin.

Pekan lalu, anak perempuan saya yang paling besar, Michiko, memulai perjalanan kehidupan SDnya (小学校, baca: shougakkou). Ya, tidak terasa memang, dia sudah tumbuh menjadi anak yang solehah, penurut dan mudah untuk diajak bicara. Tiga tahun yang lalu, Michiko memulai kehidupan akademisinya di TK (幼稚園, baca: youchien). Seperti semua anak pada umumnya, karena keterbatasan bahasa, kita sempat khawatir bagaimana dia akan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Alhamdulillah sekarang bahasa Jepangnya sudah fasih (ペラペラ, baca: perapera) dan bahkan saya selalu belajar kosakata baru darinya. Sekolah di Jepang fokus kepada pelatihan kedisiplinan dan kemandirian agar mereka bisa hidup mandiri kelak dan siap bila terjadi bencana alam. Ya, warga Jepang sudah tidak asing lagi dengan bencana alam seperti gempa, typhoon dan tanah longsor. Tidak seperti di amerika, pemerintah Jepang tidak memberi nama kepada typhoon tapi memberi nomor karena kwantitasnya yang cukup banyak. Di TKnya yang dulu, Michiko diajarkan untuk meletakkan semua pada tempatnya, contohnya ketika masuk gedung TK, dia diajari untuk mengganti sepatunya dengan sepatu indoor (上履き, baca: uwabaki) dan meletakkan di kotak sepatu yang tempatnya sudah dialokasikan dan dipersiapkan untuk semua anak. InshaAllah dikesempatan lainnya saya akan coba membuat blog yang lebih detil mengenai kehidupan anak TK di Jepang.

Sewaktu saya masih kecil, seringkali saya dihimbau untuk makan ikan agar pintar seperti orang Jepang. Memang makanan berperan penting kepada pertumbuhan, tetapi saya baru mengerti kepintaran warga Jepang itu dikarenakan keseriusan pemerintah Jepang dalam pendidikan anak-anak. Proses masuk ke SD di Jepang dimulai 6 bulan sebelum upacara masuk sekolah (入学式, baca: nyuugakushiki). Alurnya kira-kira seperti gambar dibawah ini:

1. Sekitar bulan Oktober, pemerintah setempat memberikan selembaran notifikasi untuk cek kesehatan (就学時健康診断通知書, baca: shuugakuji kenkoushindan tsuuchisho). Di selembaran itu tertulis waktu dan tempat cek kesehatannya dan biasanya diadakan pada bulan November di SD yang akan dituju.

2. Anak-anak dicek kesehatannya (健康診断, kenkou shindan) dari pendengaran, penglihatan, gigi, dan ada juga sesi konsultasi dengan pemerintah bila ada kekhawatiran. Di sesi ini lah saya bisa menyampaikan/berdakwah tentang berbagai hal mengenai ajaran agama Islam. Salah satu yang utama adalah perihal makanan, karena dari SD anak-anak mendapatkan makanan siang (給食, baca: kyuushoku) dari pemerintah. Untuk anak perempuan, lebih baik juga bila disampaikan di awal bahwa nantinya mereka akan memakai hijab, dan untuk laki-laki bisa juga diberitahukan mengenai Solat Jumat. Perihal makanan saya ditelpon beberapa waktu setelah sesi ini selesai. Pada awalnya pihak sekolah menawarkan untuk melihat menu kyuushoku beserta dengan ingredientnya dan mengganti makanan yang tidak bisa dimakan dengan membawa bentou dari rumah, tetapi setelah saya lihat, selain susu, 90% tidak bisa dimakan karena mengandung babi, daging yang tidak halal, mirin, dsb. Sehingga saya memutuskan untuk membeli susu saja (牛乳のみ, baca: gyuunyuu nomi). Biaya kyuushoku sekitar ¥4,600 per bulannya dan bisa turun bila kita mengambil opsi susu saja. Agar tidak dikenakan biaya full, perlu untuk mengisi formulir perubahan biaya makan siang (学校給食費区分変更届, baca: gakkou kyuushokuhi kubun henkou todoke). Contoh: https://www.city.kawasaki.jp/880/cmsfiles/contents/0000121/121366/kyusyoku-kubunhenkou.pdf.

3. Di bulan Januari, pemerintah setempat akan mengirim postcard (ハガキ, baca: hagaki) perihal waktu admisi sekolah (入学期日・学校指定通知, baca: nyuugakukijitsu gakkoushiteitsuuchi).

4. Akhir Januari sampai dengan akhir Februari diadakan orientasi untuk orang tua (保護者説明会, baca: hogosha setsumei kai) di sekolah masing-masing yang tujuannya untuk memberitahukan kepada orang tua murid perihal perlengkapan dan prosedur yang perlu dipersiapkan sebelum sekolah dimulai. Karena kita sudah sempat menyekolahkan Michiko ke youchien, kami tidak begitu kaget akan buanyaknya dokumen yang diterima. Ya, orang Jepang memang sangat detil dalam membuat dokumentasi. Pada waktu-waktu awal tinggal di Jepang kita sempat berfikir bahwa orang Jepang cukup lebay dalam hal ini, tetapi kita mulai mengerti bahwa ini menunjukkan keseriusan mereka dalam merencanakan sesuatu. Inilah salah satu alasan mengapa kereta di Jepang bisa tepat waktu, kenapa tingkat kecelakaan Shinkansen sangatlah minim dan mengapa warga Jepang terlihat tabah dan kuat bila terjadi bencana alam. Prosedur dan dokumennya dibuat sedetil mungkin agar semuanya bisa berjalan dengan lancar.

5. Mekarnya bunga sakura pertanda bawa tahun ajaran baru dimulai. Bukan sekolah saja tetapi banyak perusahaan di Jepang mengawali tahun fiskalnya di bulan April. Pada minggu pertama bulan ini saya menghadiri upacara penerimaan murid SD (入学式, baca: nyuugakushiki). Nyuugakushiki ini adalah acara yang penting sehingga pada umumnya orang tua dan anak” memakai baju formal. Pada acara tersebut anak” duduk dengan rapi dan mendengarkan pidato yang dibawakan oleh kepala sekolah dan juga menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.

Dari sekarang Michiko tidak antar jemput lagi ke sekolahnya. Bersama dengan teman SDnya yang lain mereka serentak pergi ke sekolah barunya dengan berjalan kaki dan pulang sendiri langsung ke rumahnya. Alhamdulillah Jepang adalah salah satu negara yang paling aman, minim kriminal. Memang tasnya cukup berat dan dia harus berjalan 10 menit ke sekolahnya, tapi inshaAllah ini akan menjadi pengalaman yang berharga untuk dirinya. Ganbatte ne Michiko…

Angga ’22

Leave a comment